Jumat, 06 November 2009

SLANKERS

art_slank_022Inilah film yang memadukan musik, drama, pantomin, tarian dan animasi sekaligus. Sebuah film tentang grup rock, Slank.

Bimbim menemui bocah yang ketakutan, yang selalu bersembunyi di kolong meja sementara Abdee berjumpa dengan ibu si bocah. Ivan dan Ridho menyambangi “manusia anjing.” Adapun Kaka melumat bibir Nadine Chandrawinata, Puteri Indonesia 2005.

Sutradara Garin Nugroho membuat kejutan. Di tengah hiruk pikuk film nasional yang kini mulai banyak berselera sinetron, Garin mencoba menerobos dengan film musikal. Pemainnya juga tak sembarangan melainkan personel Slank, grup rock, yang diketahui paling banyak memiliki penggemar fanatik, dan Nadine Chandrawinata, Puteri Indonesia 2005. Dia menyebutnya sebagai film paling bandel tahun ini meskipun dia sendiri tak bersedia menjelaskan, apa yang dimaksudkannya sebagai paling bandel itu. “Tonton saja,” katanya sambil tertawa.

Berjudul Generasi Biru: a Tribute to Slank, film ini memang kado untuk Slank yang Desember lalu berusia 25 tahun. Generasi Biru judul salah satu lagu dari Slank berkisah tentang interaksi antarpersonel Slank, dan antarmereka dengan lingkungan, yang hampir semuanya terekam dalam lagu-lagu mereka. Garin menjulukinya sebagai keindonesiaan Slank. “Dari era Soeharto di tahun 80-aan sampai dia lengser, hingga era reformasi. Dari masalah BBM, DPR, petani, hingga cinta. Itulah perasaan keindonesiaan Slank,” kata Garin.

Dari kisah di balik pembuatan lagu itulah—yang dalam film ini hanya ditampilkan 15 lagu— cerita film ini kemudian dibuat oleh Garin. Misalnya bagaimana mereka bertemu dengan orang-orang yang mengalami trauma, orang-orang yang menjadi korban kebohongan politik, mereka yang mengalami penyiksaan, penculikan dan sebagainya.

Sama dengan film Help-nya The Beatles, di Generasi Biru para personel Slank berperan menjadi diri mereka sendiri. Menurut Garin penentuan siapa bertemu dengan siapa didasarkan oleh karakter masing-masing anggota Slank. “Bimbim kan suka dengan anak kecil, makanya ia dipertemukan dengan anak kecil.”
Maka lihatlah ada adegan Bimbim yang drumer itu, bertemu dengan seorang bocah yang selalu bersembunyi di kolong meja. Usut punya usut, ternyata si anak mengalami trauma karena melihat langsung bapaknya diculik orang-orang tak dikenal dan tak kembali hingga kini.

Lalu ada Ivan (bassist) dan Ridho (gitaris) yang bertemu dengan “manusia anjing.” Ini julukan untuk orang-orang yang pernah merasakan penyiksaan fisik luar biasa, mirip anjing yang disiksa. Atau Abdee yang menjumpai ibu dari anak yang ditemui Bimbim.

Adapun Kaka, sang vokalis kebagian peran menjadi pacar Nadine. Adegan drama percintaan ini, menurut Garin, juga bagian dari keindonesiaan Slank karena kehidupan bintang rock memang selalu dikelilingi oleh wanita cantik. “Keduanya beradegan ciuman. Ciuman abad ini,” kata Garin.

Mick Jagger

Sama dengan film-film Garin terdahulu, Generasi Biru juga kuat di gambar, adegan-adegan yang di-close up itu. Cuma entah kenapa, film ini seolah mengingatkan kepada film serupa yang pernah dibuat oleh Martin Scorsese, tentang ikon rock ‘n roll dunia, The Rolling Stones, berjudul Shine a Light yang beredar tahun lalu. Film ini bukan sekadar mendokumentasikan konser Stones, melainkan juga menampilkan sisi pribadi Mick Jagger dan kawan-kawan yang humanis, persis dengan Bimbim dkk yang digambarkan dekat orang-orang tak berdaya. Namun Garin menampik Generasi Biru disebut terinspirasi Shine a Light. “Endak! Lha wong idenya sudah ada sejak tiga tahun yang lalu!”

Mirip dengan Shine a Light pada Generasi Biru juga minim dialog. Setidaknya kalaupun ada dialog, itu hanya ada sedikit pada beberapa adegan, selebihnya adalah adegan tari, pantomin, animasi, dan beberapa klip video konser Slank. Itulah misalnya yang membedakan antara Generasi Biru dengan banyak film musikal lainnya seperti Mama Mia yang menceritakan tentang lagu-lagu grup ABBA(jalan ceritanya dibuat berdasarkan lagu-lagu ABBA atau Petualangan Sherina bahkan juga film-film musikal yang pernah dibuat dan dibintangi oleh Rhoma Irama. Generasi Biru adalah film musikal yang dipadukan dengan penggarapan film dokumenter.

Mulanya adalah saling mengagumi antara Garin Nugroho dan personel Slank. Garin memuji Slank sebagai grup musik hebat yang peka terhadap keadaan dan lingkungan sehari-hari. Sebaliknya anggota Slank melihat Garin sebagai sutradara film yang luar biasa.”Siapa sih yang nggak kenal beliau?” kata Bimbim, penggebuk drum Slank.

Itu terjadi tiga tahun lampau. Setelah semua dana, ide, dan yang lain mendukung, Garin mewujudkan kekagumannya terhadap Slank menjadi sebuah film. Garin menyebutnya sebagai penghargaan terhadap budaya pop. Sebelumnya dia menggarap Under the Tree dan Opera Jawa yang juga dibuat sebagai penghormatan atas budaya Bali dan budaya Jawa.

Dari segi teknis penggarapan Generasi Biru bisa dikatakan termasuk film paling ruwet. Selain soal musik yang menjadi aroma paling penting, juga ada unsur drama, animasi, dan dokumenter. Itu sebabnya kata Garin, dia tak mungkin sendiri menggarap Generasi Biru dan kemudian menggandeng John De Rantau, Dian Sasmita, dan Firdausy Omar, untuk ikut menyutradarai. Masing-masing dari mereka menggarap satu unsur. John De Rantau misalnya kebagian menyutradrai animasi sementara Garin untuk drama.

Untuk penggarapan dokumenter, tim sutradara merekam beberapa konser Slank yang digelar dari Batam, Solo, Malang, Yogyakarat, Jakarta, hingga konser di Dili, Timor Leste. Setidaknya dibutuhkan waktu satu setengah bulan untuk membuat dokumentasi konser Slank.

Ada pula Eko Supriyanto, Davit Undry dan Jecko Siompo yang kebagian menata koreografi, tarian yang harus dimainkan oleh personel Slank pada setiap lagu. Sejumlah penari pendukung dari Jecko Siompo’s Dance juga dilibatkan, termasuk pula artis Nadine Chandrawinata, bekas Putri Indonesia itu. “Hanya Kaka, yang membutuhkan latihan ekstra untuk lagu Generasi Biru,” ujar Jecko.

Hingga pekan lalu film ini tinggal menyelesaikan tahap akhir produksi, yang dilakukan di Bangkok, Thailand. Dan jika tak hambatan teknis, film ini rencananya akan diputar 19 Februari mendatang. adiyanto/rizky amelia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar